HOPE

HOPE

Ketika kubuka jendela pagi ini, udara segar menyergap pucuk hidungku. Kubentangkan lebar-lebar kedua tanganku kesamping. Huup! Dengan satu hempasan panjang, kuhela udara itu keluar langsung menjadi uap didepan hidungku. Dan aku menatap kearah jendela sejenak, tiba-tiba terlintas bayangan seseorang yang kini namanya tersimpan dihatiku.
Dalam lamunku, tersadar jam sudah menunjukkan pukul 05.30 WIB. Saatnya aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Setelah sarapan, kemudian aku memakai sepatu dan mengeluarkan sepeda motor untuk ku pakai berangkat sekolah. Pukul 06.45 WIB sesampainya di sekolah kuparkirkan motorku di tempat yang masih kosong, lalu aku segera masuk ke kelas. Di kelasku sudah ada teman-teman yang sedang asyik ngobrol-ngobrol.
Ku sapa mereka “Hai, kalian ngobrolin apaan sih? Kok keliatannya heboh banget?” sambil berjalan mendekati mereka.
Lalu mereka menjawab “Hehe, ngobrolin itu loh anak famous.”
Aku mengerutkan dahi sambil berkata di dalam hati “anak famous? Siapa sih?” masih dalam rasa penasaran. Selang beberapa menit teman-teman di kelasku heboh memanggil “boy!” sapa mereka ke anak famous yang sedang ngetren itu.
Aku akhirnya bertanya kepada temanku yang bernama Hasna. “Mana sih yang namanya Boy?”
“Itu loh yang pake motor vixion, helm INK biru, tasnya merah sama pake jaket.” Jelas Hasna sambil menujuk cowo yang dimaksud.
Tanpa basa-basi aku langsung melihat kearah yang ditunjukan Hasna.
“Oalah, itu yang namanya Boy. Biasa aja kok, kenapa pada sampe heboh segitunya?” Komentarku.
Aku bingung sendiri, sebenarnya apa sih yang orang lain kagumin dari seorang Boy? Sampai-sampai dia disukai banyak cewe. Ah sudahlah! Penilaian orang itu beda-beda. Dan itu setahun lalu ketika aku menduduki bangku kelas X, tepatnya ketika aku pertama kali melihat sosok Boy……
Berawal dari Boy yang mengambil pesanan tas di kostku, dan akupun
bertukar pin bbm dengannya. Singkat waktu kita saling mengenal satu sama lain. Sering chat, saling sapa ketika berpapasan di sekolah, dan akhirnya dia mengajakku untuk rental musik bareng bandnya. Tak ku sangka dia akan mengajakku. Bismillah, semoga ini pertanda awal yang baik.
Suatu hari ketika aku pulang sekolah, aku baru saja keluar dari kelas untuk menuju ke tempat parkir. Tiba-tiba dari belakang ada cowo yang menepuk kepalaku. Ahh!! Siapa sih? Uhh ternyata Boy.
Dia jalan disebelahku dan dia bilang “Cha, ntar jadi ikut ngrental ngga?”
“Jam berapa?” tanyaku sambil menoleh ke arah Boy.
“Habis maghrib ntar aku jemput kamu ya.” Jawabnya.
“Oke, ntar kabarin aja ya.” Ucapku sambil menatap Boy sampai banyangannya menghilang. Dalam berjalanpun aku bengong memikirkan ajakan Boy yang secepat itu care sama aku. Huaaaa….. baper kan jadinya.
Aku segera mengambil motor dan pulang. Sesampainya dikost, aku tidur-tiduran karena hari ini kegiatan di sekolah sangat melelahkan.
Disela-sela lamunku, aku dikagetkan oleh bunyi ponselku. Lalu aku segera bangun dan kuraih ponselku yang masih berada didalam tas sekolahku. Kubuka ponselku, ternyata ada pesan BBM dari Boy. Pesan itu berisi “Iya Cha ntar habis maghrib aku jemput kamu di kost ya.”
Lalu aku segera membalas pesan itu dengan senyum mengembang yang terukir dibibirku. “Oke Boy.” KLIK. Aku memencet tombol kirim. Langsung deh, Delive tanda pesan itu sudah terkirim.
Karena adzan maghrib sudah berkumandang, aku segera bersiap-siap untuk menunaikan ibadah sholat maghrib.
Tiba-tiba bunyi ponselku terdengar lagi dan menandakan ada pesan BBM masuk. Ternyata dari Boy. Tanpa berpikir panjang lagi aku bergegas ganti baju dan segeraku kirim pesan bahwa aku sudah siap.
Beberapa menit kemudian, Boy sampai di depan kostku dengan gaya yang cukup trendy, dengan motornya dan stylenya.
Angin malam berhembus menerpa tubuhku seakan ikut mengantarkan kebahagiaanku ketempat yang indah. Dimana aku yang berada dibelakang seorang lelaki yang tidak pernah kuduga akan sedekat ini. Apakah ini mimpi? Jika iya tolong jangan bangunkan aku, Tuhan..
Melody gitar terdengar merdu ditelinga saat Boy memainkan gitar itu dengan lincahnya. Aku terpesona bagaikan ikut tenggelam didalam lagu itu. Tinggal Kenangan yaitu lagu yang dipilih untuk mengawali latihan malam ini.
Tersadarku dari lamunan, Boy memintaku untuk memegangi microphone karena dia merasa kesusahan memetik gitar sambil menyanyi. Akupun segera melaksanakan perintah Boy.
Oh Tuhan, dia menyanyi dihadapanku. Dagdigdug detak jantungku berdetak begitu cepat seperti ada energi listrik yang menyetrum tubuhku. Aku kali ini benar-benar shock dan speechles. Diam, benar-benar diam hanya menatap Boy sambil tersenyum malu. Keringat dingin terasa bercucuran ditanganku. Uh, entah apa yang aku rasakan.
Pagi ini matahari mulai memancarkan senyumnya. Sama seperti senyum manisku dipagi ini. Senyum bahagiaku karena kejadian semalam yang membuat hatiku berbunga-bunga dan membuatku bersemangat untuk pergi ke sekolah.
Sewaktu bel istirahat berbunyi, semua siswa berhamburan ke kantin untuk membeli makanan. Begitu pula denganku yang sedari tadi perut berbunyi minta dikasih makan.
“Cha, jajan yuk!” ajak Hilda Gita teman sekelasku yang semok itu sambil menoleh kearahku.
“Ke kantin? Yuk laper nih.” Ucapku sambil memegang perut yang keroncongan.
Ketika di perjalanan mau ke kantin, pandanganku melihat kejadian tidak enak. Di pojok tempat parkir aku melihat Boy sama Friska sedang asyik bercandaan. Mereka terlihat akrab sekali. Iya aku tahu mereka teman sekelas. Biarlah itu hak mereka juga. Pikirku tanpa mempedulikan mereka yang kini meliahat kearahku yang sedang berjalan dengan santainya didepan mereka.
Di kelas, aku duduk melamun masih memikirkan kejadian tadi di tempat parkir. Aku resah, aku bingung, kenapa aku merasakan ini? Tak sepantasnya aku seperti ini. Apakah aku cemburu? Aku tak punya hak kalau aku cemburu. Tapi iya, aku memang cemburu. Oh Tuhan, sabarkan aku.
Pukul 14.30 WIB, bel tanda pulang sudah berbunyi. Aku membereskan barang-barangku yang masih berserakan di meja. Lalu aku bergegas ke kelas Hasna untuk menceritakan kejadian tadi. Karena Hasna salah satu temanku, bisa juga disebut sahabat. Dia baik sekali, hanya dia yang bisa menenangkanku ketika aku ada masalah. Walaupun berbeda kelas, tapi kita kemana-mana bareng. Pokoknya kita dua sejoli yang tidak dapat dipisahkan. Hasna segalanya.
“Hasnaaaaa. Panggilku saat aku melihat Hasna di depan kelasnya sambil aku berlari dan memeluk Hasna yang sedang bengong melihatku. Lalu Hasna membalas pelukanku dengan erat dan berbisik ditelingaku “Kamu kenapa?” sambil mengusap kepalaku.
“Boy, tadi aku lihat Boy di tempat parkir sama Friska bercandaan” ucapku dengan suara seakan sedang ada masalah yang begitu berat.
Hasna melepaskan pelukanku dan menatapku sambil berkata “Astaghfirulloh icha, aku lupa ngasih tahu kamu.Iya Cha, Boy itu… pacaran sama Friska.”
Dwaaarrr… hatiku bagaikan disambar petir. Persendianku langsung lemas ketika aku mendengar apa yang sahabatku katakan. Dan ternyata, kecewa yang aku dapat. Ingin rasanya aku menangis tetapi apa yang harus aku tangisin? Lagian aku juga belum lama kenal Boy. Aku juga bukan siapa-siapanya Boy. Cemburu? Haha, aku ngga punya hak buat cemburu.
“ICHA! ICHA! ICHA!” Bentak Hasna menyadarkan lamunanku.
“Eh, iya Hasna aku tidak apa-apa kok. Biarlah mereka bahagia, aku ikut senang.” Senyumku, berusaha menghibur diri.
Dalam hatiku, Ya Allah sakit sekali. Baru saja dibikin terbang, langsung dijatuhin seketika. Tolong sabarin aku Ya Allah..
“Nah kan, bengong lagi. Udah ah yuk pulang udah mulai sore nih, aku laper.” Ajak Hasna sambil nyerocos ngga jelas dan menarik tanganku untuk segera pulang.
“Iya ayo kita pulang.” Ucapku sambil memakai sarung tangan.
“Byee Icha, hati-hati yaa jangan pikirin yang tadi. Oke!” Kata Hasna menenangkanku sambil melambaikan tangan.
“Pasti Hasna! Percaya deh sama aku. Byee, kamu hati-hati dijalan jangan lupa berdoa.” Ucapku memastikan kalau aku baik-baik saja.
Lalu kita meninggalkan sekolah dan menuju ke rumah masing-masing.
BLUKK! Tasku lempar sesampainya dikamar. Aku masih memikirkan apa yang terjadi hari ini, apa yang dikatakan Hasna, dan apa yang terjadi padaku. Sakit sih, tapi mau gimana lagi. Biarlah sakit ini kurasakan sendiri, orang lain tak perlu tahu. Gerutuku dalam hati.
Ah! Daripada aku bete mending listening music aja. Siapa tahu bikin aku tenang. Pikirku.
Kebetulan, lagu yang pertama kuputar sangat pas mewakili perasaanku saat ini.
Mungkin sekarang kau tlah melupakanku
Dan mungkin sekarang kau bahagia disana
Tetapi disini kumerindukanmu
And I hope you come back again
Ya! Lagu itu berjudul “And I Hope” yang berarti “Saya Berharap” Seperti aku sekarang, mengharapkan sesuatu yang belum pasti.
Rumahnya berada di jalan yang sama dengan kostku. Karena tidak ada jalan lain, setiap aku lewat depan gang rumahnya aku selalu menengok dan berharap ada seorang malaikat yang kini namanya tersimpan dihatiku. Walaupun namaku tidak tersimpan dihatinya. Emm.. mungkin awan hendak bermain dengan cinta dan perasaan piluku. Aku masih termenung dalam alunan musik. Terdiam dalam bisu. Hati ini seakan diaduk-aduk. Juga ada air mata yang enggan mengalir dipipiku. Kristal itu mengendap dipelupuk mataku. Aku tidak bisa menerima kenyataan ini.
Aku menikmati perkenalanku dengannya selama ini. Aku bertemu dia di sekolah. Dia menyapaku ketika berpapasan denganku. Berlanjut kepesan pribadi, dan semakin intens di BBM. Hampir setiap hari perbincangan manis kami terjalin. Dia mengingatkanku agar tidak telat makan dan istirahat yang cukup. Dan aku jatuh cinta kepada sosok yang belum pernah kugenggam jemarinya, yang tak pernah kurasakan hangat sinar matanya. Setiap hari kami membicarakan banyak hal. Tentang sepak bola, tentang rasa, juga cinta. Aku bertanya-tanya, apakah cinta sungguh bisa hadir dari dirinya untukku? Aku tak tahu bagaimana perasaannya kepadaku, aku hanya menebak, terus menebak. Aku hanya bisa terus bertanya dan menjawab pertanyaanku sendiri dengan menerka-nerka. Aku menikmati suaranya, aku merindukan candaannya ketika tak lagi kudengar suaranya. Aku memikirkannya, seandainya dia berada begitu dekat bersamaku. Aku begitu nyaman didekatnya.
Kebersamaan dan pertemanan yang sesingkat ini menimbulkan kesan berbeda didadaku. Aku mulai mencintainya, tapi takut segalanya berubah dengan cepat jika aku menuntut status dan kejelasan. Aku begitu nyaman, bahkan dalam keadaan yang tidak jelas dan tanpa status seperti ini. Aku tak ingin segalanya berubah dengan cepat karena dia sudah menjadi zona nyaman bagiku.
Tak ingin kupergi menjauh. Aku hanya ingin dekat, terus dekat, dan semakin dekat. Karena nyaman membuat orang lupa kalau kita hanya sebatas teman.
Tapi alur Tuhan tidak seindah yang kubayangkan. Berita aku dekat sama Boy semakin meluas menjadi buah bibir. Sana-sini bertanya kepadaku bahkan keteman-temanku. Akhirnya Friska jadi benci ke aku, seolah-olah aku pengganggu hubungan dia. Padahal tidak seburuk yang mereka pikirkan. Aku sama Boy sekedar teman biasa. Aku juga tahu Boy sudah punya Friska, makanya aku sudah mulai menjauh dari Boy. Aku ngga mau dibilang perusak. Aku juga tahu perasaan Friska gimana pas tahu aku main sama Boy. Aku ngertiin perasaannya Friska walaupun aku mbatin juga. Itu pasti!
Sewaktu di sekolah, aku sangat resah. Aku jadi bahan perbincangan orang-orang kurang kerjaan. Gosip murahan yang muncul entah dari mana asalnya. Bahkan ketika aku di depan kelas, terlihat Friska membawa makanan dari kantin lewat depan kelasku, dia bilang “PHO” iya, Perusak Hubungan Orang. Aku yakin, pasti dia ngatain aku. Lalu aku menoleh kearah dia.
“Apa urusanmu sih? Tahu apa kamu tentang aku?”
“Eh semua orang juga tahu kalau kamu itu suka sama Boy! Semuanya juga tahu kamu itu perusak hubunganku sama Boy.” Bentak Friska dihadapanku.
“Hei sadar dong! Aku sama Boy cuma teman! Ngga lebih! Perusak hubungan? Aku ngga serendah itu kali! Ngga mungkin lah! Ucapku lalu aku pergi dengan perasaan marah, meninggalkan Friska yang masih berdiri di depan kelasku.
Sungguh aku sangat marah ketika dikatain seperti itu. Aku emang suka sama Boy, tapi bukan berarti aku merusak hubungan mereka. Aku juga tahu diri. Gerutuku dalam hati, tak sadar air mataku menetes bercucuran. Langsung ku usap air mataku, tak mau orang lain tahu aku menangis. Aku harus tetap kelihatan bahagia.
Sepulang sekolah, dalam kesendirian aku berpikir. Sebaiknya aku menjauh saja daripada aku terus-terusan seperti ini. Bagaikan jemuran yang digantung. Iya, aku harus menjauh demi kebahagiaan mereka. Biarlah aku yang merasakan sakit. Melihat mereka bahagia, itu juga kebahagiaan tersendiri buat aku. Tetes air mataku mengantarkanku terlelap tidur, berusaha melupakan semua yang pernah terjadi.
Dua hari telah berlalu, aku benar-benar kembali seperti saat aku belum mengenal sosok Boy. Hambar. Bagaikan sayur tanpa garam. Tapi inilah aku sesungguhnya. Aku yang ceria tanpa Boy. Anggap saja perkenalan kemarin adalah hadiah dari Tuhan.
Aku melakukan aktifitas seperti biasa. Seperti tidak ada masalah yang membebaniku. Berpapasan sama Boy, dalam hatiku bilang “Dialah lelaki yang pernah melintas dikehidupanku.”
Memilih untuk diam, memperhatikan dari jauh, dan mendoakan diam-diam. Setiap orang punya carranya sendiri untuk mencintai dan setiap hati selalu menyimpan sebuah nama. Kamu dan dia adalah sekumpulan bahagia yang membunuhku.
Berharap, mungkin itu kata yang tepat untuk mewakili perasaanku saat ini.
— THE END —