Kekurangan Tak Jadi Solusi

Kekurangan Tak Jadi Solusi

Di umur yang masih dini Joni anak yang pandai sekali bermain sepak bola, namun dengan kekuranganya itu tak ada halangan baginya untuk tetap menguatkan keinginan yang besar itu menjadi pemain sepak bola nasional. Duduk di bangku kelas lima Joni sudah mulai aktif dengan hobinya bermain sepak bola, bahkan setiap ada pertandingan yang ditanyangkan di televisi Joni tidak ingin ketinggalan. Joni tak rpandang bulu, mau itu tanyang di siang hari, sore hari, bahkan tengah malam pun Joni menontonnya. Suatu ketika diwaktu Joni menonton tim kesayangannya ia berkata dalam hati “Kapan yah …aku bisa seperti itu menjadi sang juara yang disegani banyak orang, tanpa ada kekurangan apapun,” pikir dia dengan rasa agak lesu. Walau dengan kekurangannya Joni tak pernah memikirkan kekurangnnya menjadi pokok utama dalam keinginannya itu. Joni selalu dikatain anak kerdil oleh teman sekelasnya, namun kata itu tak menggugah kesedihan dalam benaknya.

Waktu pelajaran olahraga dimulai. Joni dan teman sekelasnya berolahraga, kegiatan yang ditunggu-tunggu Joni yaitu sepak bola sedangkan untuk anak putri bermain volly. Dikelasnya anak laki-laki yang paling kecil itu hanyalah Joni. Disetiap bermain Joni selalu diabaikan, hanya teman sebangkunya yang baik dan pengertian bernama Aldi, Ia selalu memberi seamangat pada Joni. ”Hanya Aldi teman baikku yang tak pernah menyakitiku,” katanya dalam hati. Joni bermain hingga ia selalu mencetak gol terbanyak hingga dikagumi oleh Pak Toni guru olah raganya.Teman yang tak suka dengan Joni berpikir ingin menyelakainya, tapi dengan perlindunganNya Joni berhasil menolong diri dari segala kelicikan Rendi dan temannya. Keberhasilan itu tetap ia dapatkan, tanpa rasa letih yang ia rasakan.

Diakhir semester ia dipercayai oleh guru olahraganya dan teman lainnya untuk mengikuti lomba sepak bola tingkat sekolahnya, terutama Rendi dan Aldi. Rendi adalah teman salah satu yang tak suka dengan Joni, selain menjelek-jelekan dengan perkataan yang pedih seperti “anak kerdil”, serta kalo joni itu tak pantas mengikutinya. Dengan tanggung jawabnya, Joni tetap rutin berangkat berlatih ke sekolah untuk tetap memiliki pengalaman yang ia inginkan. Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan pada waktunya semua persiapan matang sudah dicapainya.

Sampai ditempat perlombaan Joni dan temannya bersiap diri untuk bertanding dengan sekolah lainnya. Joni merasa malu karena dia anak yang paling kecil diantara teman-temannya itu. Namun rasa semangatnya tak pernah padam untuk menjadi sang juara. Baru kali ini ia mengikuti perlombaan yang tak rasa akan dimulai, waktu yang tepat untuk menunjukan bahwa Joni bisa menjadi sang juara dan timnya menjadi pemain yang handal.

Saat yang tepat untuk menunjukkan yang terbaik, banyak kawan yang mendukung bahkan keluarga pun ikut mendukung. Rasa haru mulai muncul di saat melihat ibu dan ayah Joni yang mendukung Joni dengan penuh semangat. Membuat air mata Joni keluar tanpa ada rasa yang pasti. Dengan kekurangan yang ia miliki tak lagi terpikirkan, Joni lebih memikirkan bagaimana caranya ia bisa mendapat juara.

Kini saatnya giliran timnya joni untuk berjuang mendapat kemenangan melawan tim lainnya. Suara peluit mulai terdengar dengan rasa yang tegang serta takut sedang dirasakan oleh kedua tim terutama Joni. Bola pertama di pegang oleh Joni tanpa basa-basi Joni langsung mengoper ke teman yang dekat dengan gawang, dan akhirnya temannya dapat mengawali keunggulan menjadi 1-0 untuk timnya Joni. Banyak sekali gangguan setiap joni ingin memasukkan bola, Joni selalu dijaili oleh lawan timnya hingga jatuh berkali-kali dan mungkin dapat membuat Joni menjadi cidera. Namun rasa sakit itu tetap ia tahan, dan akhirnya ia dapat mencetak gol. Diakhir pertadingan pun tim Joni tetap bertahan hingga pada waktunya untuk mendapatkan sebuah kemenangan yang ia rasakan. Dengan kerja kerasnya berhari-hari ia berlatih dengan kerasnya dan teman yang sanagt membenci Joni, ia mulai sadar bahwa buat apa kita mengejek teman apalagi membenci teman sekelasnya kalau di sisi lain Joni punya kelebihan. Akhirnya Rendi dan Joni menjadi teman akrab dan pada waktu yang ditetapkan serta hari yang ditunggu sudah mulai datang, babak finalti akan dimulai. Disitulah Joni dan teman-temannya akan mendapatkan juara 1 atau 2.

Pertandingan akan dilaksanakan, penonton mulai ramai dan bersorak-sorak terutama pendukung teman satu sekolahnya Joni. ”pritttt……………” suara peluit sudah mulai berbunyi pertandingan dimulai, Joni tak merasa kuatir karena ini sebuah pertandingan yang sering ia alami hanya lawan yang sangat sulit ia kalahkan.

Babak pertama timnya joni kegolan, rasa kecewa dan takut mulai muncul di benak Joni dan temannya.Tapi waktu masih panjang, Joni dan timnya tetap semanagt hingga akhirnya seri 10-10. Di babak penentu, sedang ditentukan siapa yang akan mendapatkan juara. Lawannya menembak ke gawang Joni tetapi tak masuk, lalu ini saatnya giliran Joni. Dengan keringat yang bercucuran, darah yang keluar dari kakinya yang selaluh jatuh karena diterjang lawan, dan sorakan teman-temannya yang tak pernah berhenti mendukungnya terutama orang tuannya. Kaki kanan mulai bergerak dan peluit berbunyi kini saatnya Joni menendang dengan semampunya dan akhirnya pemain kiper lawannya tak dapat membendung bola yang di tendang Joni dan akhirnya gol. Teriakan ”golll………….” menjadi misterius dan menjadi penentu siapa yang menang.

Rasa teriakan itu sudah mulai mengeras dan timnya Joni menangis dengan penuh kesenangan.Teman-temannya Joni menjunjung Joni hingga Joni terangkat oleh teman-temannya.Rasa puas dan senang sedang ia rasakan.Walau ia memiliki kekurangan, sungguh itu tak menjadi sebuah alasan untuk ia mengeluh, tetapi dengan kekurangannya ia harus mencari letak titik kelebihanya.Timnya Joni sukses hingga terkenal dimana-mana, keinginan Joni sukses. Joni sekarang disenangi banyak teman dan para guru mengagumi keberhasilannya, serta tak lupa kedua orang tuannya. Piala kejuaraan ia pegang, ”ini sungguh titik kelebihanku dan semangat teman-temanku.” katanya dengan penuh teriakan.

SELESAI
…:: By Lili Andayani_XI IPS 4 ::…